Antara McGregor, Khabib Nurmagomedov, dan Pukulan Telak Gus Dur ke Huntington

Oleh: Muhammad Zunus*

Usai menerima kekalahan dari Khabib Nurmagomedov, Canor McGregor memantik pernyataan provokatif yang justru disampaikan saat berkunjung ke kandang Khabib di Moskow, Rusia. Dalam jumpa pers yang berlangsung di Ritz Carlton Hotel, 25 Oktober 2019 silam, McGregor mengusik identitas kebangsaan Khabib. Menurutnya, bintang UFC yang berhasil mengunci lehernya dengan cekikan itu tidak mencerminkan diri sebagai warga Rusia yang baik. 

“Saya kira dia tidak mewakili Rusia, saya belum pernah melihat dia mewakili Rusia. Apakah Anda pernah melihatnya mengibarkan bendera Rusia seperti saya mengangkat bendera Irlandia dengan bangga? Saya belum pernah melihatnya sekali seumur hidup saya,” kata Canor McGregor.  

Tidak cukup di situ, petinju kelahiran Crumlin, Dublin, Irlandia, 14 Juli 1988 itu bahkan memperolok Khabib dengan mengatakan kalau lawan duelnya itu seperti umumnya lelaki Dagestan; selalu lari dari tantangan alias pengecut.

“Setiap orang Rusia tahu tentang pria-pria Dagestan, setiap orang Cheshnya tahu tentang pria-pria Dagestan, mereka lari dan mereka itu pengecut. Itulah sifat alami orang Dagestan.”  

Pernyataan McGregor sebenarnya wajar-wajar saja jika sudut pandang yang diterapkan mendasarkan pada kebiasaan orang-orang Barat. Kita bisa baca buku-buku motivasi yang sebagian besar bersumber dari orang Eropa, “Tantangan harus dihadapi. Jangan pernah mengabaikan.” Bagi mereka, karakter kuat kolonialis- menolak tantangan adalah hal memalukan. Terlebih tantangan itu disuarakan di atas medan laga. Tetapi dalam konteks kehidupan Khabib, kita harus adil dan lebih detail melihatnya. 

Nicolay Shevchenko dalam ‘Russia Beyond’ pernah menggambarkan Dagestan, kota kelahiran Khabib sebagai wilayah kecil di Rusia bagian selatan dengan karakter penduduk yang ramah, murah hati dan terbuka. Mereka terbiasa menawarkan tumpangan dan makanan kepada turis yang berkunjung. 

“Memperlakukan orang asing dengan baik adalah kebiasaan orang-orang Degestan,” tulis Nicolay. 

Gambaran buruk terhadap orang-orang Dagestan (seperti kata McGregor bahwa orang Rusia tidak menyukai) disebabkan sejarah masa lalu yang diliputi peperangan dan perlawanan. Orang-orang Dagestan sebenarnya bukan penduduk asli Rusia. Dagestan sendiri baru bergabung dengan Kekaisaran Rusia di tahun 1722 setelah invasi Pyotr Kotlyarevsky. Kekaisaran mampu menguasai Derbent yang merupakan lokasi utama di wilayah Laut Kaspia, tapi setelah itu wilayah ini diberikan ke Iran sebagai tanda persahabatan. Perang Rusia-Persia yang kembali terjadi di awal abad 19 menyebabkan Dagestan balik ke pangkuan Rusia.

Pendiri Unknown Causasus, Muslim Alimirzaev menyebut orang-orang Dagestan sebagai orang asing yang “mengembala” di  pengunungan Kaukasus. Mereka datang dari berbagai suku, ada lebih dari 40 jenis kelompok, dan mereka dulunya terbiasa perang memperebutkan tanah. Setiap desa memiliki bahasa, legenda, dan kekhasannya masing-masing. “Tetapi kami selalu disatukan oleh agama (95 persen Muslim) atau musuh yang sama,” kata Alimirzaev.

Bagi orang Dagestan, mereka selalu berpikir bahwa menjadi orang Rusia bukan karena kewarganegaraannya tetapi menjadi orang Rusia karena dirinya adalah bagian dari negara tersebut. 

Dari sini kita bisa memaklumi mengapa Khabib Nurmagomedov berbeda dengan Canor McGregor yang selalu mengibarkan bendera negaranya di setiap menjelang atau memenangi laga pertarungan. Hanya saja, Khabib sebagaimana orang-orang Dagestan lainnya selalu ingin membuktikan kepada dunia bahwa merekalah yang terbaik. 

“Orang yang memakai bendera mengatakan bahwa mereka mewakili tanah asal mereka, tetapi saya tidak seperti mereka (McGrogor). Saya tidak memperkosa wanita. Tidak memukuli orang, jangan suruh orang minum alkhohol. Saya mewakili dengan cara saya sendiri. Saya tidak percaya bahwa jika anda mengenakan bendera, maka Anda adalah seorang patriot. Dan jika Anda tidak melakukannya ada banyak hal yang harus anda lakukan sebelum mengibarkan bendera itu. Tidak cukup hanya dengan mengibarkannya, Anda harus menunjukkan karakter yang baik,” balas Khabib. 

Khabib mempertegas keengannya membawa bendera Rusia bukan berarti dia tidak menaruh hormat terhadap negaranya. Ia mengatakan banyak cara mewakili terlebih membawa harum nama bangsa. “Yang paling penting membawa perilaku yang baik.” 

Gus Dur vs Huntington

Saya pernah ngetwit cukup panjang soal duel Gus Dur vs Huntington dengan judul “Bantahan Gus Dur atas Huntington.” Kultwit, istilah yang cukup ngetren saat itu- saya ambil dari transkip pengajian Ramadhan 2003 di Masjid Al Munawwaroh Ciganjur. Ketika itu Gus Dur mengkaji kitab ‘Qothr al Nada wa Ball al Shoda’, dan menjelaskan tentang Demokrasi (hasil pengajian sudah dibukukan dengan judul ‘Misteri Kata-kata’). 

Pertarungan yang digelar di Tokyo, Jepang itu disebut Jhon Howard sebagai kemenangan mutlak kubu Gus Dur.  Pasalnya Gus Dur mampu membalikkan teori “Clash of Civilization” yang sudah menjad keyakinan umum. Buku karangan Huntington, selain dikaji para mahasiswa juga menjadi titik pijak kebijakan gedung putih. Huntington melalui tesisnya itu seolah ingin membenarkan bahwa ada pertarungan yang tak pernah usai antara peradaban Barat dan Timur. Sehingga kalau Amerika menyerbu kawasan Timur, itu bisa dibenarkan dengan dalih melawan “terorisme” atau meletakkan dasar demokrasi.

Gus Dur yang saat itu diminta Howard menaggapi buku “Clash of Civilization” tanpa tedeng aling-aling langsung menunjuk kekeliruan Huntington. Gus Dur berkata begini, “Prof, saya terpaksa tidak menerima teori Anda tentang benturan peradaban. Kenapa? Karena ratusan ribu Muslim tiap tahun belajar di Barat. Walaupun mereka kelihatannya cuma belajar teknologi, administrasi, kedokteran, dan sebagainya, bukan mustahil jika mereka hanya mengambil ilmunya saja.”

Mereka, sambung Gus Dur, bisa saja tanpa mengambil sedikitpun budaya Barat. Meskipun hakikatnya mau tidak mau harus mengambil kultur atau kebudayaan Barat.

“Namun, ini yang profesor harus tahu! Mereka tidak mungkin menjadi Barat 100 persen.  Karena itu harapan Anda untuk membaratkan mereka itu tidak betul,” kata Gus Dur.

Mendengar bantahan Gus Dur, Huntington terlihat gugup. Beberapa orang mulai tampak tersenyum. Gus Dur tidak berhenti, ia lalu melanjutkan, “Saya kasih contoh. Saya ini memakai celana, kemeja, dasi, sepatu, juga pergi ke bioskop, itu semua dari Barat. Tetapi di rumah saya tetap seperti dulu. Saya tidak doyan babi, tidak minum alkhohol, judi, dan seterusnya yang dilarang oleh agama saya. Sebab itu saya bukan Barat seratus persen. Saya mengikuti modernisasi tetapi tidak mengikuti westernisasi.”

Dari sini, Huntington mulai sempoyongan. Beberapa kali Gus Dur melontarkan pukulan hook tepat di sasaran.

“Kalau Anda tiba-tiba menganggap saya musuh Barat, ya lucu.”

Kemarin, cerita Gus Dur, “Saya naik pesawatnya orang Barat. Saya katakan, jika dilihat dari atas hutan itu sama, hijau. Padahal banyak pohon berbeda-beda. Diantara pohon-pohon itu ada yang rendah ada juga yang tinggi, ada yang berdaun lebat ada yang jarang. Anda terlalu banyak melihat perbedaan pohon-pohon dan tidak melihat hutannya. Anda tidak melihat cara hidup mereka secara keseluruhan.”

Itulah yang Huntington lihat sebagai perbedaan antara Islam dan yang lain. Dari situ kemudian Gus Dur melancarkan pukulan bertubi-tubi secara cepat. 

“Profesor juga memakai double morality. Seharusnya Anda tahu, dua hal itu tidak diperbolehkan dalam ilmu pengetahuan.”

Di Yerussalem, lanjut Gus Dur, ada kelompok Yahudi Ultra Ortodok yang setiap hari Sabtu melempari mobil yang lewat dengan batu. Mereka beranggapan bahwa menyetir itu bekerja. Saya sendiri, kata Gus Dur, bertanya-tanya, yang namanya “melempar” itukan sudah bekerja. Mereka memang aneh. Meski begitu, Prof Huntington akan tetap bilang ‘jika mereka anak-anak kita juga, anak-anak yang lahir dari peradaban Barat’. Namun sebaliknya, ketika ada anak-anak Muslim yang melakukan hal-hal yang tingkatannya di bawah itu Anda berkomentar aneh. Anda akan mengatakan, mereka fundamentalis, ekstrimismilitas, islamis dan tetek-bengek seolah mereka musuh Anda, bukan anak kita. Padahal mereka sebenarnya sekedar tidak mau seperti Anda, hanya berbeda saja. Sedangkan orang Islam sendiri berbeda, bahasanya juga beda, jangan dianggap sama.

Lalu bagaimana respons Huntington setelah diberikan kesempatan Howard? Kata Gus Dur, ia bicara ngalor ngidul, tapi tak mampu menjawab.

Saat istirahat tiba, Howard berbisik ke Gus Dur. “Kalau dalam bahasa tinju, Prof Huntington sudah KO oleh pukulan-pukulan Anda.” 

Nah, apa yang dialami Khabib Nurmagomedov, Zinedine Zidane, Mario Balotelli, juga Moh Salah atas cap buruk orang-orang Barat terhadap orang-orang Timur, terlebih Muslim karena selama ini mereka hanya melihat dari bentuk luarnya. Padahal titik negatif juga melekat dalam kelompoknya. Hanya saja tidak pernah dikatakan dengan jujur, dan selalu menutupinya dengan pengetahuan yang manipulatif.

*Kolumnis, kini tinggal di Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *